Telusuri sejarah nama Gorontalo yang berakar kuat dari bahasa lokal Hulontalo. Pahami makna Asal Usul Gorontalo yang berarti “Lembah Mulia,” peran kerajaan Islam, dan bagaimana lidah Belanda mengubah namanya.
Menguak Jejak Sejarah Nama Gorontalo: Transformasi dari Hulontalo Menjadi Bumi Serambi Madinah
Sejarah nama Gorontalo adalah kisah tentang sebuah identitas yang berakar kuat pada bahasa dan mitologi lokal, namun mengalami perubahan signifikan akibat sentuhan lidah asing. Provinsi yang dikenal sebagai “Bumi Serambi Madinah” ini dulunya merupakan pusat peradaban kuno yang penting di Semenanjung Utara Sulawesi, jauh sebelum era kolonial.
Untuk memahami Asal Usul Gorontalo dan bagaimana nama ini ditetapkan, kita harus kembali pada nama aslinya yang masih hidup dalam dialek masyarakat setempat: Hulontalo. Perjalanan dari Hulontalo ke Gorontalo merupakan kisah adaptasi linguistik yang mencerminkan interaksi antara budaya lokal dan pengaruh luar.
Akar Nama Lokal: Hulontalo (Nama Asli Gorontalo)
Hingga hari ini, orang Gorontalo menyebut diri mereka sebagai Hulontalo. Nama ini bukan sekadar sebutan, tetapi cerminan dari kondisi geografis, mitologi, dan sejarah kerajaan di wilayah tersebut. Terdapat beberapa versi makna yang saling melengkapi tentang Asal Usul kata Hulontalo, yang kebanyakan merujuk pada kata dasar Hulontalangi.
Makna Filosofis: Lembah yang Mulia
Versi yang paling populer dan dianggap paling mulia adalah interpretasi yang menghubungkan nama ini dengan nilai-nilai luhur:
- Huluntu: Berarti Lembah atau Daratan.
- Langi: Berarti Mulia atau Langit.
Dengan demikian, Hulontalangi diartikan sebagai “Lembah yang Mulia”. Penamaan ini menggambarkan posisi Gorontalo yang strategis dan dikelilingi perbukitan, namun memiliki peradaban dan adat istiadat yang sangat luhur. Ini juga selaras dengan legenda lokal yang menceritakan bahwa leluhur mereka adalah keturunan yang turun dari langit (Hulontalangi) dan berdiam di Gunung Tilongkabila.
Makna Geografis: Daratan yang Tergenang Air
Versi lain yang lebih berfokus pada kondisi geografis yang nyata juga dikaitkan dengan nama ini:
- Huntu: Berarti Daratan atau Onggokan Tanah.
- Langi-langi atau Tala: Berarti Tergenang.
Makna ini merujuk pada kondisi geografis di mana daerah pesisir dan dataran rendah Gorontalo memang kerap digenangi air, sesuai dengan cerita turun-temurun masyarakat. Versi lain menyebutkan Hulua Lo Tola, yang berarti “Tempat Perkembangbiakan Ikan Gabus” (Tola).
Makna Kultural: Tiga Gunung (Huidu Totolu)
Sebagian sejarawan juga mengaitkan Asal Usul Gorontalo dengan keberadaan tiga gunung purba di semenanjung Gorontalo, yaitu Gunung Malenggalila, Gunung Tilongkabila, dan satu gunung lagi yang tak bernama. Secara kolektif, tiga gunung ini disebut Huidu Totolu (Tiga Gunung), yang kemudian diserap dan disingkat menjadi Hulontalo.
Babak Kolonial: Perubahan dari Hulontalo ke Gorontalo
Lantas, bagaimana kata Hulontalo yang murni lokal bisa berubah menjadi Gorontalo yang kita kenal sekarang?
Perubahan ini terjadi pada masa penjajahan Belanda. Sejarah nama Gorontalo mencatat bahwa para penjelajah dan administrator Belanda mengalami kesulitan melafalkan huruf ‘Hu’ atau ‘Hulon’ dalam bahasa Gorontalo.
Karena kesulitan pengucapan (pelafalan), Belanda mulai menyebut Hulontalo sebagai Gorontalo (g diucapkan sebagai g lunak, atau zachte g dalam bahasa Belanda). Penyebutan ini kemudian ditulis dan dipatenkan dalam peta dan dokumen-dokumen resmi kolonial. Lama-kelamaan, nama Gorontalo menjadi baku dan dikenal luas secara internasional, mengalahkan nama aslinya Hulontalo dalam konteks administratif.
Pada beberapa literatur kuno Portugis dan Belanda, bahkan sempat muncul istilah Goenong-Tello untuk wilayah ini, yang semakin menunjukkan kesulitan mereka dalam mengadaptasi nama lokal.
Peran Kerajaan dan Agama Islam
Jauh sebelum ditetapkan menjadi provinsi modern pada tahun 2000, Gorontalo merupakan salah satu kota tua di Sulawesi (bersama Makassar, Pare-pare, dan Manado) yang telah eksis sejak kurang lebih 400 tahun lalu.
Pohala’a: Lima Kerajaan Bersatu
Wilayah Gorontalo pada masa tradisional berbentuk kerajaan-kerajaan yang terikat dalam sistem kekeluargaan adat yang disebut “Pohala’a”. Lima Pohala’a utama yang ada, antara lain:
- Pohala’a Gorontalo
- Pohala’a Limboto
- Pohala’a Boalemo
- Pohala’a Atinggola
- Pohala’a Suwawa
Pohala’a Gorontalo adalah kerajaan yang paling menonjol dan berpengaruh di antara yang lain. Inilah alasan mengapa nama Gorontalo (yang berasal dari nama Pohala’a Gorontalo) menjadi nama kolektif untuk seluruh wilayah, menguatkan identitasnya sebagai pusat peradaban.
Pusat Penyebaran Islam
Gorontalo juga memiliki peran penting sebagai salah satu pusat penyebaran Agama Islam di Indonesia Timur. Pada abad ke-15, Raja Amai menjadi Olongia (Raja) pertama Kerajaan Gorontalo yang memeluk Islam, kemudian bergelar Sultan Amai atau Ta Olongia Lopo Isilamu (“Raja yang mengislamkan Negeri”). Nilai-nilai Islam ini kemudian menyatu kuat dengan adat Gorontalo, yang dicetuskan dalam filosofi “Adat bersendikan Syara’, Syara’ bersendikan Kitabullah”.
Gorontalo Modern: Penetapan Provinsi
Setelah melalui masa kolonial dan menjadi bagian dari Provinsi Sulawesi Utara, perjuangan masyarakat untuk memiliki daerah otonom sendiri membuahkan hasil.
Provinsi Gorontalo secara resmi disahkan oleh pemerintah pada tanggal 5 Desember 2000, berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000. Penetapan ini mengukuhkan penggunaan nama Gorontalo sebagai identitas administratif, mewarisi sejarah panjang dari Hulontalo yang berarti “Lembah Mulia,” pusat kerajaan, dan jantung peradaban Islam di semenanjung utara Sulawesi.
