Telusuri sejarah Sulawesi Utara yang terbentuk dari dua entitas besar: Minahasa (Pulau Bersatu) dan Bolaang Mongondow. Pahami Asal Usul Sulawesi Utara sebagai hasil pemekaran Provinsi Sulawesi Utara-Tengah pada 1964, dengan Manado sebagai ibu kota.

Menguak Jejak Peradaban di Ujung Utara Celebes: Sejarah Nama Sulawesi Utara

Sejarah Sulawesi Utara adalah kisah peradaban yang berpusat pada semangat persatuan dan perlawanan maritim yang tangguh. Terletak di Semenanjung Minahasa, ujung utara Pulau Sulawesi, wilayah ini telah menjadi titik pertemuan strategis bagi berbagai suku bangsa dan kekuatan dunia, mulai dari Ternate, Spanyol, hingga Belanda.

Untuk memahami Asal Usul Sulawesi Utara sebagai provinsi, kita perlu menelusuri dua narasi historis utama yang membentuknya: asal-usul nama suku dominan, Minahasa, dan perjuangan Kerajaan Bolaang Mongondow, hingga akhirnya wilayah ini resmi menjadi entitas otonom pada tahun 1964.

I. Asal Usul Nama Minahasa: Kisah Persatuan (Sebelum 1789)

Mayoritas wilayah semenanjung utara Sulawesi, yang kini menjadi Provinsi Sulawesi Utara, secara historis dikenal sebagai wilayah Minahasa. Nama ini sendiri bukan nama asli tertua, melainkan sebutan yang muncul kemudian sebagai manifestasi persatuan.

Dari Malesung Menjadi Minaesa

Catatan sejarah menunjukkan bahwa jauh sebelum nama Minahasa dikenal luas, wilayah ini dikenal sebagai Malesung. Nama ini merujuk pada sebuah wilayah perkampungan awal nenek moyang suku-suku di sana.

Menurut mitologi, nenek moyang suku Minahasa, Toar dan Lumimuut, menurunkan keturunan yang semakin lama semakin banyak. Populasi yang membesar ini memicu perselisihan tentang batas-batas wilayah. Untuk menyelesaikan konflik, diadakanlah musyawarah besar di sebuah batu besar, yang kini dikenal sebagai Watu Pinawetengan (Batu Pembagian/Perjanjian).

Peristiwa ini melahirkan semangat persatuan yang kemudian diabadikan dalam nama:

  • Minaesa (atau Ma’esa): Berasal dari kata asa yang berarti satu, sehingga Minaesa berarti “menjadi satu” atau “dipersatukan”.

Minahasa: Nama yang Dikukuhkan oleh Kolonial

Nama Minahasa sendiri, yang juga memiliki arti yang sama dengan Minaesa, baru muncul secara resmi dalam catatan administrasi kolonial pada akhir abad ke-18. Sebutan Minahasa pertama kali ditemukan dalam laporan Residen Manado, J. D. Schierstein, kepada Gubernur Maluku pada tanggal 8 Oktober 1789.

Nama ini digunakan oleh Belanda untuk merujuk pada “persatuan” atau “federasi” kelompok-kelompok walak (setingkat daerah tempat tinggal bersama yang dipimpin oleh seorang Tonaas) yang bersekutu dengan VOC untuk melawan serangan dari Kerajaan Bolaang di bagian barat daya semenanjung, serta menentang pengaruh Spanyol yang kuat di masa itu.

Sejak saat itu, wilayah ini, yang mencakup sub-etnik seperti Tondano, Tombulu, Tonsawang, dan lainnya, semakin dikenal dengan nama Minahasa.

II. Kerajaan Besar: Bolaang Mongondow (Abad ke-12 hingga Abad ke-20)

Bagian lain yang tak terpisahkan dalam sejarah Sulawesi Utara adalah Kerajaan Bolaang Mongondow (Bolmong) yang wilayahnya mencakup bagian selatan dan barat Semenanjung Utara.

Arti Nama Bolaang Mongondow

Kerajaan ini didirikan sekitar abad ke-12 Masehi oleh empat etnis utama: Mongondow, Mokapok, Bintauna, dan Bolango.

  • Bolaang berasal dari kata Bolango atau Balangon yang berarti laut.
  • Mongondow berasal dari kata Momondow yang berarti berseru tanda kemenangan.

Nama ini mencerminkan identitas masyarakatnya: Bolaang merujuk pada masyarakat pesisir atau mereka yang berorientasi ke laut, sementara Mongondow merujuk pada masyarakat yang mendiami pedalaman (sekitar Kotamobagu).

Kerajaan Bolmong adalah entitas politik yang kuat, sering berkonfrontasi dengan Belanda dan memiliki peran penting dalam sejarah pertahanan lokal. Setelah kemerdekaan, Kerajaan Bolmong bergabung dengan NKRI pada 1 Juli 1950, dan wilayahnya kemudian menjadi Daerah Tingkat II di dalam Provinsi Sulawesi.

III. Kronologi Pembentukan Provinsi Sulawesi Utara (1945–1964)

Pembentukan Sulawesi Utara sebagai provinsi yang berdiri sendiri adalah hasil dari proses panjang pemekaran administratif pasca-kemerdekaan.

Periode Keresidenan dan Provinsi Awal

Pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia, seluruh wilayah di Pulau Sulawesi masih disatukan dalam satu entitas, yaitu Provinsi Sulawesi, yang beribu kota di Makassar. Sulawesi Utara (yang saat itu masih berupa Keresidenan) menjadi bagian dari Provinsi tersebut.

Pada tahun 1960, terjadi pemekaran besar-besaran di Sulawesi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1960:

  1. Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara (ibu kota di Makassar).
  2. Provinsi Sulawesi Utara-Tengah (ibu kota di Manado).

Meskipun sudah terpisah dari bagian selatan, wilayah Minahasa, Bolaang Mongondow, dan Sulawesi Tengah (Palu dan Poso) masih tergabung dalam satu provinsi yang berpusat di Manado.

Lahirnya Provinsi Sulawesi Utara Mandiri

Tuntutan untuk otonomi yang lebih fokus di masing-masing wilayah kian menguat. Akhirnya, pada tahun 1964, Pemerintah Indonesia mengeluarkan regulasi pemekaran akhir:

  • Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 (yang menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 1964), Provinsi Sulawesi Utara-Tengah dimekarkan menjadi dua provinsi baru:
    1. Provinsi Sulawesi Utara (dengan ibu kota di Manado).
    2. Provinsi Sulawesi Tengah (dengan ibu kota di Palu).

Secara resmi, tanggal 23 September 1964 ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Provinsi Sulawesi Utara. Nama “Sulawesi Utara” sendiri merupakan penamaan administratif modern yang didasarkan pada posisi geografisnya di ujung utara Pulau Sulawesi, mencakup wilayah historis Minahasa Raya, Bolaang Mongondow Raya, dan kepulauan di utara (Sangihe dan Talaud).

Kini, Sulawesi Utara dikenal dengan julukan Nyiur Melambai dan menjadi salah satu gerbang utama Indonesia Timur yang kaya akan potensi maritim dan pariwisata.