Telusuri sejarah Sulawesi Selatan secara lengkap, mulai dari asal usul nama Sulawesi yang terkait dengan bijih besi, masa kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo dan Bone, hingga proses pembentukan Provinsi Sulawesi Selatan yang mandiri.
Menguak Jejak Peradaban: Sejarah Sulawesi Selatan, dari Masa Pra-Kerajaan hingga Otonomi Modern
Sejarah Sulawesi Selatan adalah kisah tentang peradaban maritim yang kuat, persaingan kerajaan yang dinamis, dan perjuangan panjang melawan penjajahan. Wilayah ini bukan hanya bagian penting dari Indonesia, tetapi juga telah menjadi salah satu pusat perdagangan, politik, dan kebudayaan di Nusantara selama berabad-abad. Untuk memahami identitasnya saat ini, kita harus menelusuri kembali perjalanan panjang, mulai dari Asal Usul Nama Sulawesi hingga penetapan provinsi sebagai entitas yang mandiri.
Asal-Usul Nama “Sulawesi”: Sebuah Narasi Maritim dan Logam
Untuk memahami sejarah Sulawesi Selatan, kita perlu terlebih dahulu mengurai asal-usul nama pulau secara keseluruhan. Berbeda dengan pandangan umum yang menganggap nama Sulawesi hanya sekadar sebutan geografis, ternyata nama ini menyimpan narasi mendalam tentang kekayaan alam dan aktivitas ekonomi di masa lampau.
Dari Bijih Besi Menjadi “Pulau Besi”
Ada beberapa teori mengenai asal usul nama Sulawesi. Namun, teori yang paling kuat dan diterima luas adalah yang menghubungkan nama tersebut dengan praktik penambangan bijih besi. Menurut beberapa sejarawan, nama Sulawesi merupakan gabungan dari dua kata:
- Sula: Merupakan kata dari bahasa lokal di wilayah Sulawesi yang berarti “pulau” atau “alat”
- Wesi: Kata dari bahasa Sanskerta yang berarti “besi”
Dari gabungan dua kata tersebut, Sulawesi diartikan sebagai “Pulau Besi”. Penafsiran ini sangat relevan dengan fakta bahwa wilayah Luwu di pesisir timur Sulawesi Selatan sudah dikenal sejak abad ke-14 sebagai pusat penambangan dan perdagangan bijih besi. Para pedagang Bugis dan Makassar dari wilayah ini memasok besi ke seluruh Nusantara, bahkan hingga ke Malaka. Kekuatan maritim dan ekonomi inilah yang kelak menjadi cikal bakal terbentuknya kerajaan-kerajaan besar.
Nama “Celebes” dari Penjelajah Portugis
Selain Sulawesi, pulau ini juga dikenal dengan nama Celebes, yang diberikan oleh bangsa Portugis yang tiba di wilayah ini pada abad ke-14 dan ke-15. Ada dugaan bahwa nama ini berasal dari pengucapan yang salah dari “sula-besi” atau karena bangsa Portugis mengira Sulawesi adalah gugusan pulau, sehingga mereka menamainya Ilhas dos Célebres (Pulau-Pulau Terkenal). Nama Celebes ini kemudian digunakan secara luas oleh bangsa Eropa selama masa kolonial.
Kerajaan-Kerajaan di Sulawesi Selatan: Episentrum Kekuasaan dan Perdagangan
Jauh sebelum Indonesia merdeka, Sulawesi Selatan merupakan episentrum dari peradaban yang sangat maju, ditandai dengan keberadaan kerajaan-kerajaan besar yang memiliki pengaruh luas.
Tiga Pilar Kekuatan: Gowa, Bone, dan Luwu
Menurut catatan sejarah, tiga kerajaan besar yang paling berpengaruh di wilayah ini adalah:
- Kerajaan Gowa: Berpusat di wilayah Makassar, Gowa menjadi kekuatan maritim terdepan dengan bandar dagangnya yang kosmopolitan. Puncak kejayaannya adalah di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, yang gigih melawan monopoli VOC Belanda. Perjuangan inilah yang membuatnya dijuluki “Ayam Jantan dari Timur”.
- Kerajaan Bone: Berada di jantung wilayah Bugis, Bone menjadi kekuatan darat yang tangguh. Hubungannya dengan Gowa sering diwarnai persaingan dan persekutuan. Kerajaan ini mencapai kejayaan di bawah pimpinan La Tenritatta Arung Palakka.
- Kerajaan Luwu: Dikenal sebagai kerajaan tertua di Sulawesi Selatan, Luwu diperkirakan sudah berdiri sejak abad ke-13. Wilayah ini adalah sumber utama bijih besi yang membuat ekonomi di seluruh pulau menjadi dinamis.
Selain ketiga kerajaan tersebut, terdapat juga kerajaan-kerajaan lain seperti Kerajaan Wajo, Kerajaan Soppeng, dan Kerajaan Tallo (yang bersekutu dengan Gowa), yang turut membentuk dinamika politik dan sosial di masa itu.
Islamisasi dan Perlawanan terhadap Kolonialisme
Pada abad ke-17, agama Islam masuk ke wilayah ini, dan segera memengaruhi struktur pemerintahan serta budaya masyarakat. Kerajaan-kerajaan besar, seperti Gowa dan Tallo, secara resmi memeluk Islam pada periode tersebut.
Kedatangan VOC Belanda dengan ambisi monopoli perdagangan memicu perlawanan sengit dari kerajaan-kerajaan lokal, terutama Gowa. Perang yang berlangsung selama tiga tahun (1666-1669) berakhir dengan kekalahan Gowa dan berujung pada Perjanjian Bongaya. Namun, semangat perlawanan tidak pernah padam, dan terus berlanjut hingga abad ke-20.
Perjalanan Menjadi Provinsi Otonom
Setelah proklamasi kemerdekaan, Sulawesi Selatan menjadi bagian dari Provinsi Administratif Sulawesi berdasarkan UU Nomor 21 Tahun 1950. Proses ini tidaklah instan, melainkan hasil dari konsolidasi dan ikrar para raja-raja serta masyarakat setempat untuk bergabung dengan Republik Indonesia.
Pembentukan Sulawesi Selatan dan Tenggara
Pada tahun 1960, pemerintah Indonesia mengeluarkan UU Nomor 47 Tahun 1960 yang mengesahkan pembagian Provinsi Sulawesi menjadi dua daerah otonom:
- Provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara (beribu kota di Makassar)
- Provinsi Sulawesi Utara-Tengah (beribu kota di Manado)
Status ini menandai langkah awal menuju kemandirian wilayah. Namun, proses pemekaran terus berlanjut.
Penetapan Provinsi Mandiri
Empat tahun kemudian, melalui UU Nomor 13 Tahun 1964, pemerintah secara resmi memisahkan Sulawesi Tenggara dari Sulawesi Selatan. Sejak saat itu, Sulawesi Selatan resmi menjadi daerah otonom yang mandiri dengan ibu kota Makassar.
Perkembangan administratif terus terjadi, seperti pemekaran wilayah Sulawesi Barat pada tahun 2004, yang sebelumnya merupakan bagian dari Sulawesi Selatan. Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bagaimana identitas wilayah ini terus berevolusi seiring dengan perkembangan zaman, namun tetap berakar kuat pada warisan budaya dan sejarah yang telah dibangun selama berabad-abad.
