Telusuri sejarah Maluku Utara yang berjuluk ‘Negeri Raja-Raja’. Pahami Asal Usul Maluku Utara dari persekutuan empat kesultanan Moloku Kie Raha dan peran strategisnya sebagai pemasok utama cengkeh dunia, hingga pembentukan provinsinya pada tahun 1999.
Menguak Sejarah Nama Maluku Utara: Kisah Jaziratul Muluk dan Pusaka Rempah Dunia
Sejarah Maluku Utara adalah salah satu narasi paling dramatis dalam sejarah Nusantara. Wilayah kepulauan ini, yang terletak di timur laut Indonesia, bukan hanya sekadar pembagian administratif, melainkan jantung peradaban rempah-rempah yang pernah menjadi perebutan utama kekuatan global selama berabad-abad.
Untuk memahami Asal Usul Maluku Utara sebagai sebuah entitas modern, kita harus kembali ke masa kejayaan empat kesultanan legendaris yang mendominasi lautan, serta menelusuri etimologi nama “Maluku” itu sendiri yang penuh makna filosofis dan politis.
Asal-Usul Nama “Maluku”: Negeri Raja-Raja dan Gunung
Penamaan Maluku (yang kemudian menjadi basis nama Maluku Utara) diperkirakan berasal dari beberapa sumber, yang semuanya menyoroti status geopolitik wilayah ini di masa lampau.
Jaziratul Muluk: Wilayah Banyak Raja
Teori yang paling populer dan banyak diterima oleh para ahli sejarah adalah bahwa kata Maluku berasal dari bahasa Arab, yaitu Jaziratul Muluk.
- Jazirah: Berarti pulau atau wilayah.
- Muluk: Bentuk jamak dari kata Malik yang berarti raja atau penguasa.
Dengan demikian, Jaziratul Muluk berarti “Wilayah Banyak Raja” atau “Negeri Para Raja”. Teori ini sangat relevan mengingat bahwa sejak abad ke-13 Masehi, Maluku Utara telah menjadi pusat empat kerajaan atau kesultanan besar yang terkenal dan memiliki otonomi yang kuat.
Moloku Kie Raha: Persekutuan Empat Gunung
Selain versi Arab, terdapat versi lokal yang berakar kuat dari tradisi politik dan bahasa lokal Maluku Utara. Nama ini merujuk pada persekutuan empat kerajaan yang dikenal sebagai Moloku Kie Raha.
- Moloku: Diartikan sebagai menggenggam atau menyatukan.
- Kie: Berarti gunung (seperti Gunung Gamalama di Ternate atau Gunung Kie Matubu di Tidore).
- Raha: Berarti empat.
Moloku Kie Raha berarti “Persekutuan Empat Gunung” atau “Negeri Empat Raja yang Berkuasa”. Keempat kerajaan/kesultanan yang menjadi pilar persekutuan ini adalah:
- Kesultanan Ternate
- Kesultanan Tidore
- Kesultanan Bacan
- Kesultanan Jailolo
Intinya, penamaan Maluku secara historis merujuk pada empat pusat kekuasaan ini yang terletak di Maluku Utara.
Puncak Kejayaan Maluku Utara: Jantung Perdagangan Cengkeh
Jauh sebelum istilah Maluku Utara ada dalam peta administratif, wilayah ini sudah dikenal dunia sebagai “Kepulauan Rempah-Rempah”—satu-satunya tempat di bumi tempat cengkeh tumbuh secara endemik.
Monopoli Cengkeh dan Kedatangan Bangsa Eropa
Cengkeh (Syzygium aromaticum), bersama dengan pala dari Banda, adalah komoditas termahal di dunia pada Abad Pertengahan hingga masa Renaisans di Eropa. Kesultanan Ternate dan Tidore memegang kendali atas perdagangan komoditas berharga ini, membuat mereka menjadi sangat kaya dan berkuasa.
Daya tarik rempah-rempah inilah yang memicu pelayaran besar-besaran dan akhirnya membawa bangsa Eropa ke Nusantara:
- Portugis tiba pertama kali pada awal abad ke-16, menjalin hubungan dengan Ternate.
- Spanyol kemudian datang dan bersekutu dengan Tidore.
- Belanda (VOC) datang belakangan dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol, lalu membangun sistem monopoli yang kejam, termasuk program ekstirpasi (pemusnahan) cengkeh di luar wilayah kontrol mereka untuk menstabilkan harga.
Pada masa kolonial Belanda, wilayah Maluku Utara diatur sebagai bagian dari Gouvernement der Molukken (Pemerintahan Maluku). Meskipun kerajaan-kerajaan masih eksis, kekuasaan politik dan ekonominya telah dipreteli oleh VOC.
Dari Sub-Wilayah Menuju Provinsi Maluku Utara Otonom
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, wilayah ini sempat menjadi bagian dari Provinsi Maluku yang beribu kota di Ambon. Namun, perjuangan untuk mendapatkan otonomi sendiri—yang didasarkan pada warisan sejarah dan identitas kultural yang kuat, serta jarak geografis—terus bergulir.
Proses Pemekaran dan Penetapan Ibu Kota
Asal Usul Maluku Utara sebagai provinsi mandiri akhirnya diresmikan melalui proses pemekaran pada akhir abad ke-20.
Provinsi Maluku Utara secara resmi terbentuk pada 4 Oktober 1999, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 1999. Pembentukan ini merupakan hasil pemekaran dari Provinsi Maluku, di mana Maluku Utara sebelumnya terdiri dari Kabupaten Maluku Utara dan Kabupaten Halmahera Tengah.
Pada awal pembentukannya, ibu kota sementara Provinsi Maluku Utara ditetapkan di Ternate. Pemilihan Ternate didasarkan pada sejarah panjangnya sebagai pusat Kesultanan dan pusat perdagangan.
Namun, seiring waktu, kebutuhan akan ibu kota yang lebih netral dan memiliki lahan pengembangan yang lebih luas muncul. Oleh karena itu, ibu kota provinsi dipindahkan ke Sofifi (di Pulau Halmahera) pada tanggal 4 Agustus 2010, menjadikan Ternate sebagai kota otonom.
Nama Maluku Utara (Malut) sendiri, dengan penambahan arah mata angin (Utara), secara sederhana berfungsi untuk membedakannya dari wilayah selatan (Provinsi Maluku) dalam konteks pembagian administratif modern Indonesia. Akan tetapi, nama ini secara inheren membawa bobot sejarah dari Moloku Kie Raha dan julukan Jaziratul Muluk yang melegenda.
